Makam Sunan Amangkurat I


DESKRIPSI

NAMA : MAKAM SUNAN AMANGKURAT I
NO.INVENTARISASI : II.28/TGA/TB/001
LOKASI : Desa Pesarean Kec. Adiwerna Kab. Tegal
BAHAN : Cungkup makam berbentuk rumah tajug. Konstruksi dan bahan bangunan terbuat dari kayu jati. Pagar keliling dari batu bata merah
UKURAN : 1,1 Ha
PERIODISASI : 1677
KONDISI : Baik
STATUS KEPEMILIKAN : Milik Desa
DESKRIPSI SINGKAT :

Sunan Amangkurat I ketika dilahirkan diberi nama Raden Mas Sayidin atau Jibus atau Rangkah adalah putra ke sepuluh Sultan Agung yang merupakan anak kedua dari permaisuri kedua, Raden Ayu Wetan. Ia dilahirkan pada tahun 1619, ibunya adalah putri keturunan Kerajaan Batang. Ia menjadi permaisuri pertama menggantikan Ratu Emas Tinumpak (Kangjeng Ratu Kulon) setelah diusir dari keraton dengan alasan yang tidak diketahui. Sejak saat itu ia memperoleh sebutan Kangjeng Ratu Kulon. Raden Mas Sayidin memiliki saudara seibu yang bernama Raden Mas Alit. Sebagai putra mahkota secara resmi diberi nama Pangeran Aria Mataram. Sejak umur 5 – 15 Tahun (1624-1634) dididik oleh Tumenggung Mataram.

Pada masa awal pemerintahannya, salah satu aspek yang diperhatikan adalah bangunan fisik keraton. Oleh karena itu, ia memindahkan keratonnya ke Plered. Ia juga melakukan kebijakan untuk memperkuat posisi dan pemerintahannya.
Kehidupan politik Sunan Amangkurat I diwarnai oleh konflik dan konspirasi politik yang berkepanjangan. Kebijakan dan perilaku politik Sunan Amangkurat I pada waktu itu tidak dapat dipisahkan dengan responnya terhadap situasi konflik dan persekongkolan yang terjadi. Banyak persekongkolan politik yang menurut berbagai sumber bertujuan untuk menyingkirkannya atau bahkan membunuhnya. Persengkongkolan itu melibatkan orang-orang dekat Sunan Amangkurat I, seperti : Pangeran Purbaya, Pangeran Alit, Adipati Anom, para ulama, Pangeran Kajoran, Trunojoyo dan sebagainya.

Pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat I, Kerajaan Mataram menunjukkan adanya sentralisasi yang kuat pada lembaga pemerintahan yang terlihat pada semua pangeran adalah raja-raja kecil yang memiliki wakil di daerah-daerah menurut nama pangeran itu, setiap tempat mempunyai dua syahbandar yang wajib memberikan pertelaan tentang pendapatannya kepada Wira dan Wirawijaya sebagai penguasa pantai tertinggi, ditempatkannya komisaris di setiap daerah dan kota. Sunan Amankurat I bukanlah merupakan satu-satunya raja yang bekerja sama dengan VOC. Dalam sejarah Indonesia banyak dijumpai raja-raja yang bekerja sama dengan VOC seperti Aru Palaka dari Bone, Sultan Haji dari Banten, Sunan Amangkurat II dan kebanyakan Raja Mataram (Surakarta dan Yogyakarta). Namun tidak selama hidup Sunan Amangkurat I bekerja sama dengan VOC. Hubungan baik itu terutama terjadi pada awal pemerintahannya. Selanjutnya hubungan dijalin sesuai dengan kepentingan politik dan ekonominya. Bahkan Sunan Amangkurat I mendukung gerakan anti VOC yang dilakukan oleh sebagian penguasa pesisir. Jadi bekerja sama dengan VOC hanya sebagai strategi dalam menyelesaikan kemelut internal yang mengancam kedudukannya.

Sunan Amangkurat I, membangun masjid yaitu “Masjid Agung Ngeksi Ganda” yang selesai dibangun pada tahun 1649. Pada tahun 1676, Keraton Mataram diserbu oleh pemberontakan Trunojoyo dari Madura dan Kraeng Galesong dari Makasar. Prajurit Mataram tidak mampu membendung kedua pemberontakan itu, sehingga Sunan Amangkurat I bersama dengan isteri dan putra-putranya meninggalkan Keraton Mataram menuju ke arah barat (Batavia). Dalam perjalannya, rombongan singgah di Makam Imogiri untuk ziarah para leluhurnya. Setelah itu melanjutkan perjalanan sebagai berikut:
- 29 Juni 1677 dari Imogiri ke Jagabaya
- 30 Juni 1677 dari Jagabaya ke Rawa
- 1 Juli 1677 dari Rawa ke Bocor (Kedu)
- 2 Juli 1677 dari Bocor ke Patanahan (Kebumen)
- 3 Juli 1677 dari Patanahan ke Nampudhadi
- 4 Juli 1677 dari Nampudhadi ke Pucang
- 5 Juli 1677 dari Pucang ke Banyumas
- 6-8 Juli 1677 istirahat di Banyumas, Sunan Amangkurat jatuh sakit karena kelelahan dan tertekan jiwanya

- 9 Juli 1677 dari Banyumas ke Ajibarang
- 10 Juli 1677 dari Ajibarang ke Wanayasa atau Winduaji dan di tempat itulah Sunan Amangkurat I wafat

- 11-12 Juli 1677 dari Winduaji ke Tegalwangi
- 13 Juli 1677 Sunan Amangkurat I disemayamkan di Tegalwangi atau Tegalarum.

(Sumber : Dra. Yety Rohwulaningsih, M.Si : Pelurusan Sejarah Sunan Amangkurat I : Pemerintah kabupaten Tegal Bekerjasama dengan Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2004)