SITUS WATU LUMPANG MBAH BEJI BALAPULANG KULON


Pada hari Kamis tanggal 9 Mei 2013 melaksanakan hasil musyawarah anggotaLMDH Manggala Dharma desa Balapulang Kulon Kec. Balapulang Kab. Tegal, telah sepakat untuk Nguri – uri (Menjaga dan melestarikan) cagar budaya peninggala Pra Sejarah Situs Purbakala Watu Lumpang sebagai kelanjutan tradisi lokal yang telah ada sebelumnya dan menjaga nilai sejarahnya, yang terdapat di lokasi / kawasan Beji (Mbah Gede Beji) desa Balapulang Kulon Kec. Balapulang Kab. Tegal, di bawah rerimbunan tanaman Jati wilayah Pangkuan Hutan Perum Perhutani Petak 84 luas 0,1 Ha merupakan Kawasan Perlindungan Setempat (KPS) RPH Kaligimber BKPH Margasari KPH Balapulang.
Daerah tersebut rencananya akan dikembangkan menjadi Obyek Wana Wisata Khusus “Watu Lumpang” bekerja sama dengan Perhutani KPH Balapulang.

SEJARAH SINGKAT SITUS WATU LUMPANG BEJI

Keberadaannya luput dari perhatian orang, menurut kajian secara umum dan ilmiah, sebenarnya batu tersebut merupakan tempat pemujaan (mengagungkan) arwah nenek moyang pada zaman prasejarah sedangkan masa Megalitikum berfungsi sebagai alat menumbuk hasil bumi sehari-hari : Padi, Jagung, dll, juga sebagai sarana menghormati dan menghargai kesuburan tanah (lambang kesuburan / Lingga Yoni) yang telah dilimpahkan penguasa alam (Tuhan) terhadap daerah ini :
Berupa artefak batu lumpang 2 buah (tinggal 2 buah yang 1 telah hilang di jamah tangan-tangan jahil ukuran diameter 45 Centimeter), yang terbesar diameter ± 100 Centimeter, tinggi ± 50 Centimeter dibagian tengah terdapat cekungan berbentuk tabung dengan diameter ± 25 Centimeter dengan kedalaman ± 20 Centimeter.
Luas keseluruhan situs ± 5 x 5 m, rencana akan diperluas menjadi 10 x 10 m

Konon ceritanya dahulu kala lokasi Watu Lumpang merupakan tempat peristirahatan (Petilasan) Raja dari Solo yang setiap malam Minggu datang beserta Putrinya mengendarai kereta Kencana. Tempat tersebut didiami oleh suami istri yang selalu berpakaian serba Wulung (Hitam) yang bernama mbah Siliwangi berwujud Harimau Putih dan mbah Wiri berwujud Ular, selain untuk tempat tinggal juga sebagai tempat bertapa meminta petunjuk untuk siar agama Islam dengan rencana membangun masjid, namun niat tersebut batal / gagal dikarenakan jam 02.00 WIB diketahui orang yang sedang membakar kayu membuat arang.

Informasi warga setempat lokasi Watu Lumpang merupakan Kawasan Beji (Mbah Gede Beji)dahulu pada tahun 1930 sampai dengan akhir tahun 1992-an di lokasi Watu Lumpang sering digunakan sebagai tempat prosesi berdoa tahlil masal 30 orang sampai dengan ratusan orang penduduk sekitar Balapulang Kulon melaksanakan Sedekah Bumi dan meminta hujan (Bebarit) serta memohon keselamatan, keberkahan bagi masyarakat Balapulang Kulon dan sekitarnya, dengan sesaji 3 kepala Kambing dan Nasi Tumpeng dari swadaya warga masyarakat dipimpin oleh Lebe dan Juru Kunci, salah satunya dipimpin oleh Mbah Tal, Ulu-ulu (Petugas pengatur pengairan tahun 1950-an), melalui prosesi do’a diteruskan mengisi Watu Lumpang dengan air sumur yang berada di lokasi tersebut setelah berdoa bersama dan di akhiri dengan memercikkan air ke udara maka seketika mendung pun menghitam dicakrawala lalu turun hujan.

Dahulu di sekitar lokasi situs terdapat pohon Jambu Krukut (di dalam benteng) konon tumbuh dari batu Alu /penumbuk padi yang di tancapkan, juga terdapat sumur, kubangan air (rawa) yang berisi ikan Lele dan Belut, dan di kelilingi tumbuhan Wlingi (Bahan untuk bikin ayaman tikar).

KEPALA DESA YANG MELAKSANAKAN SEDEKAH BUMI DAN BEBARIT
Tangwin tahun 1930 – 1937 (8 tahun)
H Ramli tahun 1937 – 1941 (5 tahun)
H Saleh tahun 1941 – 1950 (9 tahun) Juru Pelihara / kunci Mbah Tal Mangir (Ulu-ulu)
Suhayat tahun 1950 – 1962 (12 tahun) Juru Pelihara / kunci Mbah Yoso, Ulu-ulu Mbah Tal Mangir
Sarjo tahun 1962 – 1976 (14 tahun) Juru Pelihara / kunci Mbah Tarmo pemimpin doa Lebe Sakyad (peserta diantaranya warga / Bp. Ramli, Mandor Perhutani Bp. Waslam dan Bp. Tono)
Dukri tahun 1976 – 1992 (16 tahun) Juru Pelihara / kunci Mbah Mar & Mbah Suminto sampai dengan sekarang.

Waktu dan hari larangan berkunjung
Hari Kamis Wage jam 1 siang.
Hari Jumat Kliwon jam 9 pagi.

Larangan untuk pengunjung di lokasi Watu Lumpang
Dilarang berkata jorok.
Dilarang berkata sembarangan.
Dilarang beralas kaki.
Dilarang merokok.
Dilarang makan & minum.
Dilarang membunuh Hewan & Serangga.
Dilarang menginjak-injak Batu Benteng & Batu Lumpang.
Dilarang membuang Sampah sembarangan.
Dilarang bercanda.
Dilarang berpacaran dan berprilaku tidak senonoh.

Sesekali pada hari-hari tertentu tempat ini masih ada yang mengunjungi untuk melakukan ritual, hal ini dapat disimpulkan dengan adanya bekas taburan bunga 7 rupa, bekas pembakaran Kemenyan (Dupa) dan Kelapa muda sebagai sesaji di sekitar Watu Lumpang.

Sesaji komplit untuk ritual :
Kopi manis & kopi pait.
Teh manis & Teh sepet.
Rokok Cerutu dan rokok putih.
Kemenyan putih.
Jadah Pasar (Gemblong Ketan).
Air putih 2 gelas.
Nasi putih.
Timun mentah.
Kacang panjang mentah.
Sambal Tlenjeng.
Gule Kambing / kepala Kambing.

Nara Sumber
Mbah Toyib lahir tahun 1919, usia 94 tahun mantan pamong desa Balapulang Kulon.
Mbah Sochemi lahir tahun 1944, usia 69 tahun.
Mbah Kadar lahir tahun 1953, usia 60 tahun, keturunan lurah Sarjo.

Tim Investigasi
Mudjiono
M. Zaeni
Sugeng Priono, AMd
Suprapto

Rute Menuju Situs Watu Lumpang Beji:
Dari jalan raya depan Kantor Perum Perhutani KPH Balapulang 200 m (Jembatan ke-2 belok kanan) dari jalan raya masuk hutan Perhutani ± 1 km.

Di mohon bagi siapa saja yang mengetahui informasi sejarah Watu Lumpang untuk berbagi informasi dengan LMDH kami. HP. 087830339010, 081326373750, 081326201624

(Dikutip kembali dari berbagai sumber)
(Red/SG)